“wah, kalo nyampe banyuwangi sih bisa lebih dari 7 jam mas” kata mbak bertahi lalat di antara hidung dan bibir yang duduk di depan saya dalam kereta Sri Tanjung jurusan Surabaya-Banyuwangi.
Surabaya, pk 14.00-an
Betapa bodohnya saya yang mengira perjalanan dari Surabaya ke Banyuwangi hanya memakan waktu 4-5 jam, mungkin mata saya sedang error ketika melihat Peta Jawa Timur di buku Atlas yang saya miliki sejak kelas 1 SMP dulu, plus informasi dari situs PT. KAI yang melegitimasi persangkaan saya, atau mungkin waktu itu saya sedang lupa kalau kereta ekonomi di Indonesia jarang (kalau tidak mau dibilang tidak pernah) tepat waktu kedatangannya.
Sepanjang perjalanan kami (saya dan si E) ngobrol dengan tiga mbak-mbak yang duduk persis berhadap-hadapan dengan kami( tau kan model kursi kereta ekonomi jarak jauh?). Mereka asli orang Banyuwangi yang berkarya di Jawa Tengah. Percakapan dari arah mereka didominasi oleh mbak-mbak bertahi lalat yg tetap enerjik walaupun usianya sudah 40 tahun, perpaduan bentuk wajah dan tahi lalatnya membuat saya menjulukinya sebagai Christine Hakim dari Banyuwangi. Dua orang lainnya adalah seorang pemalu dan seorang ‘Yes Woman’ yang sering meng’iya’kan celotehan si Christine Hakim dengan senyam-senyum garing.
Obrolan bermula dari pertanyaan Christine hakim kepada kami “mau kemana mas?” yang memancing proses saling Tanya berikutnya yang alurnya tidak jelas “gimana kuliah di STAN? Enak ga?” , “tempat pariwisata di Banyuwangi apa aja sih?” , “loh kok pengen penempatan di BKF? Bukannya lulusan STAN disalurin ke Depkeu ya?” dan pertanyaan-pertanyaan ra cetok lainnya, hingga akhirnya satu persatu dari kami mulai berguguran (tidur, bukan mati) di tiga jam sebelum sampai banyuwangi. Oiya, di perjalanan kereta sempat melewati lumpu lapindo yang kini menjadi tmpat wisata (what a beautiful country! Lumpur pun bisa jadi tempat wisata)
Stasiun Banyuwangi, pukul 21.00-an
Dengan tubuh agak gontai, kami berjalan keluar stasiun menuju pelabuhan ketapang, banyak ojek yang menawarkan jasa-jasanya, namun sesuai anjuran dari teman2 Backpacker Indonesia, kami berjalan kaki saja karena katanya dekat.
Perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu 10-15 menit menjadi 30 menit buat kami karena kesasar, seharusnya keluar stasiun lurus, baru belok kanan. Alhasil kami melewati daerah seperti semak-semak( seperti yg biasa kita liat di samping2 rel kereta) dan kami sempet pipis “numpang-numpang” berjamaah bersama satu orang ga jelas yang ikut kesasar bereng kami. Beruntung warga sekitar cukup ramah ketika kami menanyakan arah menuju tempat tujuan kami, yaitu Pelabuhan Ketapang.
Pelabuhan Ketapang, sekitar 21.30
Kami memasuki areal pelabuhan lewat pintu masuk pedestrian, tanya2 kemana arah jalan ke kapal hingga akhirnya sekitar 10 menit kemudian kami sampai di tempat pembelian tiket, hanya Rp 5,500 untuk sampai Gilimanuk. Sampai di kapal, penumpang menunggu sekitar 20 menit sampai kapal dirasa aman untuk berangkat. Teman saya, si E, tidur di lobi kapal ditemani lagu-lagu dangdut ga terkenal, sementara saya ke sisi kapal, memandangi tenangnya air selat #maksa dan lampu-lampu yang bersinar indah dari kejauhan.
Sekitar 40 menit kemudian, kapal mendekati pelabuhan Gilimanuk, Bali. Kami pun turun dari lobi lt.2 ke tempat parker kendaraan di lt.1, saya melihat motor dengan plat B, saya pun hanya berani bertanya dalam hati “ni motor berangkat dari Jakarta ke Bali pake motor?” . Kami melihat bis Jember-Denpasar(sebenernya udah liat daritadi pas masuk kapal, tapi tadi lagi males nawar), sang kenek ngasih “harga jember” yaitu 55ribu, padahal kan ini udah di “Bali”, proses tawar menawar berhenti ketika kedua belah pihak sepakat di angka 30 ribu.
Bawalah KTP untuk masuk Bali, karena ada pemeriksaan di pos sebelum keluar areal pelabuhan, seorang teman di blog lain pernah ga boleh masuk Bali cuma karena ga bawa KTP, najis cuih banget kan udah capek2 n jauh2 tapi ga bisa ke Bali gara2 KTP doing..
Berada di Bali Barat belum membuat saya merasa ada di Bali, walaupun ada beberapa ogoh-ogoh yang terlihat di kanan kiri jalan yg didominasi oleh pohon2 tinggi menjulang. Sebagian besar waktu dalam bis kami habiskan untuk tidur lelap, skitar 4 jam kami terbangun dan mendapati diri telah berada di Terminal Ubung Denpasar, dan saya pun berteriak dalam hati “BALI, I’M COMING”
wow, udah mulai ke Bali, ya banyak yang nunggu apa saja yang ada di Bali, saya soalnya belum pernah ke Bali hehehehehe
BalasHapus